Minggu, 07 November 2010

Homo homini socio , Homo homini Lupus

Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” atau juga disebut “Homo homini Lupus ” istilah ini pertama kali di kemukakan oleh plautus pada tahun 945,yang artinya sudah lebih dari 1500 tahun dan kita masih belum tersadar juga. di jaman sekarang ini sangat sulit Menjadikan Manusia seperti seorang manusia pada umumnya,sepertinya istilah ini masih tetap berlaku sampai sekarang.
Tidak bisa dipungkiri Hidup di dalam suatu negara sangat di butuhkan sosialisasi karena kita tidak dapat Hidup dengan sendirinya tanpa ada manusia lain.Apalagi seperti keadaan sekarang ini kita Hidup di jaman yang serba susah .Demi mempertahankan hidup itu sendiri kita rela melakukan apa saja Mulai dari yang halal sampai yang Haram, tentunya semua itu kita lakukan untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.Untuk mewujudkan itu semua memang tidak mudah dimana kita harus menghadapi berbagai konflik yang akan memicu lahirnya sikap saling mangsa Dan disinilah Peran Hati nurani & ego sangat dibutuhkan.
gambaran manusia di jaman sekarang ini sangatlah mengerikan dari segi sikap dan perbuatan terkadang lebih keji dari pada hewan yang paling buas sekalipun,saling sikut,saling berebut saling tikam bahkan saling memangsa layaknya serigala yang buas siap menerkam mangsanya demi sebuah kepuasan (ambisi).
sebagai contoh yang terjadi di dalam kehidupan kita seperti tindakan kekerasan,mulai dari perkelahian ,pembunuhan,pemerkosaan,serta aksi teror pemboman yang sedang trend di negara kita dan perang dunia yang memungkinkan akan terjadi lagi. Apakah itu disebut manusia ? Tidak. Kenapa tidak? Karena itu semua manusia yang melakukanya dan dilakukan terhadap manusia juga ? entahlah..’
Pengakuan sebagai umat beragamapun yang telah patuh terhadap ajaranya kerap kali sebagai alasan tindakan kekerasan bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Banyak pelaku kekerasan seperti tersebut menyatakan ini masalah iman, masalah Tuhan atau masalah kebenaran (kebenaran yang ditafsirkan manusia itu sendiri).
untuk menghadapi ini semua haruskah kita pun menjadi serigala ? atau hanya diam dan menjadi domba yang berada di tengah-tengah gerombolan para serigala lapar ?
Negara menurut teori Thomas Hobbes dibutuhkan untuk mencegah kesewenang-wenangan pihak yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan terhadap rakyat yang lemah. Hobbes menilai bahwa negara dibutuhkan perannya yang besar agar mampu mencegah adanya “homo homini lupus” atau manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya. Hobbes memunculkan teori ini karena di masanya ia melihat adanya kesewenang-wenangan terhadap golongan yang lemah, sehingga perlu adanya peran negara untuk mencegah ini.

Apa yang telah dikemukakan oleh Thomas Hobbes masih sangat relevan dengan kondisi Aceh saat ini. Masa konflik atau saat diberlakukannya Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh, merupakan masa yang paling suram terhadap supremasi hukum di Indonesia. Masa ini merupakan masa terjadinya pelanggaran HAM baik itu pelanggaran Hak-hak sipil dan Politik (Sipol) maupun pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob). Penghilangan nyawa secara paksa, pembunuhan diluar prosedur hukum, dan penyiksaan adalah telah dilanggarnya Hak-hak Sipil dan Politik.

Namun di balik itu, ternyata situasi konflik telah dimanfaatkan oleh golongan yang berwatak kapitalis untuk melangsungkan kepentingan ekonominya. berbagai macam dalih dan alasan yang digunakan untuk meloloskan kepentingannya. Dengan dalih Developmentalisme, situasi konflik makin memuluskan kepentingan mereka untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dengan memanfaatkan birokrasi dan kekuatan bekingan, golongan kapitalis yang berwujud dalam simbol perusahaan, telah menjadikan Aceh sebagai lahan eksploitasi yang sangat strategis. Tidak peduli prosedur hukum dan kemanusiaan, yang terpenting hasrat untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya harus bisa diwujudkan. Itulah kekejaman, keburukan dan kejelekan dari kapitalisme yang saat ini bermetamorfosis dengan berbagai bentuk yang lainnya.

Penyerobotan tanah dan upaya pengambilan tanah secara paksa dari masyarakat ternyata persoalan yang sudah lumrah terjadi di masa konflik. Masyarakat yang sadar untuk membela hak-haknya, namun apa daya, masyarakat terpaksa harus diam dan pasrah menerima realitas yang terjadi. Lantas di manakah para pejuang demokrasi dan pegiat HAM saat itu? Jawabannya kembali dengan sebuah pertanyaan, siapa yang sanggup menghadapi kekuatan bedil dan kekuatan birokrasi yang terstruktur? jawabannya adalah ajal akan menjemput bagi siapa saja yang berani untuk menghadang.

Wal hasil, kapitalis semakin tidak ada hambatan lagi untuk untuk melakukan eksploitasi ekonominya di Aceh. Kekuatan-kekuatan pemrotes, kekuatan-kekuatan penghambat lainnya mampu dibungkam dengan aliran dana untuk membela dan melanggengkan kepentingan mereka.

Adanya Akademisi, adanya aktivis HAM dan tokoh-tokoh yang memiliki idealisme juga tidak bisa berbuat banyak terhadap realitas yang terjadi. Ibarat tikus dalam mulut ular, meronta-ronta namun tetap jua tidak berhasil melepaskan diri. Pelanggaran HAM terus berlangsung selama 10 tahun di Aceh.

Tatkala rezim yang paling ditakuti hancur, sesaat itulah riak-riak perlawanan dikumandangkan. Saat itulah mulai muncul keberanian rakyat untuk menyuarakan berbagai kebobrokan, kebohongan dan kekejaman rezim yang berkuasa. Rakyat kemudian menghendaki adanya perubahan yang signifikan.

Rezim otoritarian telah berganti, namun kita tidaklah harus hidup dalam euforia yang berkepanjangan. Masih banyak pekerjaan, masih banyak hal yang harus dirubah. Perubahan tidak akan datang dengan hanya berharap turun dari langit, perubahan perlu kita lakukan. Teringat dalam sebuah ayat Al-Quran yang berbunyi “tidaklah Kami ubah nasib sesuatu kaum, sebelum mereka sendiri yang mengubahnya.”

Saat ini Aceh telah damai, tentunya banyak yang selalu mengatakan Aceh telah damai, jadi lupakan semua kejadian di masa konflik karena bila diingat akan berpotensi kembali terjadinya konflik. Rasa-rasanya ada benar juga apa yang dikatakan oleh mereka itu. Namun, perlu kita kritisi kembali sebenarnya bagaimana konsep melanggengkan perdamaian itu?

Teringat pada sebuah buku yang pernah saya baca dengan Judul “Pantat Bangsaku”, dalam buku itu tersirat bahwa bangsa Indonesia dengan mudahnya melupakan sejarah kekejaman masa lalu dan sejarah bobroknya pemerintahan. Semenjak membaca buku itu saya kembali teringat haruskah saya melupakan kekejaman yang terjadi di masa lalu?

Aceh yang masyarakatnya sangat kental dengan Syariat Islam. Masyarakat Aceh sangat akrab dengan kitab-kitab kuning. Dalam masa duduk di pesantren tradisional, selalu terngiang-ngiang akan hukum Islam terkait dengan pembunuhan. Dijelaskan oleh Teungku (guru ngaji) bahwa hukum membunuh dalam Islam adalah nyawa dibayar dengan nyawa kecuali bagi pihak korban/ahli waris mau menerima damai dengan syarat dibayarnya diyat (ganti kerugian).

Komisi Kebenaran dan rekonsiliasi (KKR) yang bertugas untuk mencari kebenaran dan rekonsiliasi serta Pengadilan HAM yang bertugas untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran HAM di Aceh, akan dibentuk secara khusus sesuai dengan amanah UU No.11 Tahun 2006. Namun bagaimana nasib UU KKR setelah dijudicial review oleh Mahkamah Konstitusi? semuanya belum ada kepastian hukum terhadap dua lembaga tersebut yang akan dibentuk di Aceh.

Badan Reintegrasi Aceh (BRA) yang mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan persoalan integrasi, dalam prakteknya juga menuai berbagai masalah.

Pekerjaan-pekerjaan di atas merupakan tanggung jawab negara untuk menyelesaikan melalui aparaturnya. Baik Pemerintah Pusat maupun pemerintah Aceh sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap penyelesai persoalan hukum dan HAM di Aceh. Damai itu indah bila penjahat HAM diadili, damai itu indah bila persoalan-persoalan pelanggaran hukum dan pemenuhan HAM terhadap rakyat sebagai warisan dari zaman konflik bisa diselesaikan. Jika tidak, kembali kita mengacu pada pendapatnya Thomas Hobbes Homo homini lupus artinya manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya.

Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, apakah negara bisa mencegah manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya? atau justru negara yang menjadi serigala bagi rakyatnya yang lemah.





Homo homini Lupus
Homo homini lupus adalah ungkapan Latin yang berarti "manusia adalah serigala bagi manusia [sesama]." Pertama dibuktikan dalam Plautus 'Asinaria (495, "homo homini lupus est"), kalimat itu ditarik oleh Thomas Hobbes dalam dedikasi karyanya De cive (1651): "Untuk berbicara tidak memihak, baik perkataan yang sangat benar; Man Itu untuk Manusia adalah jenis Allah, dan yang Man Man adalah Wolfe Waran Yang pertama adalah benar, jika kita membandingkan Warga antara mereka,. dan kedua, jika kita membandingkan Kota ". Hobbes pengamatan di gema mengubah garis dari Plautus mengklaim bahwa laki-laki secara inheren egois.

Ungkapan kadang-kadang diterjemahkan sebagai "manusia adalah serigala manusia", yang dapat ditafsirkan bahwa manusia memangsa manusia lainnya. Hal ini banyak dirujuk ketika membahas kengerian yang manusia mampu.

Sebagai oposisi, Seneca menulis bahwa "manusia adalah sesuatu yang sakral bagi manusia".
PRINSIP HOMO SOCIO DAN HOMO HOMINI LUPUS
Manusia dilahirkan dalam keaadan fitrah, dimana kondisi manusia saat itu adalah suci, bersih dari semua kotoran. Seiring bertambahnya usia, manusia milai mengenali dirinya dan lingkungannya. Manusia itu sendiri pun akhirnya sadar akan kelebihan dan kekurangan yang dia miliki, dan mungkin juga dengan manusia lain yang memiliki kekurangan serupa ataupun kekurangan yang lainnya. Akhirnya, manusia yang diklaim sebagai mahluk paling sempurna didunia, dengan mempunyai akal sehat, budi pekerti dan hati nurani berpikir untuk bisa saling berinteraksi satu sama lain untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki. Akhirnya manusia itu sadar, bahwa manusia diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain sebagai mahluk sosial (homo homini socio). Dalam hal ini, telah di tegaskan juga oleh Nabi Muhammad S.A.W dalam hadistnya yang berbunyi “siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya dia menyambung tali silaturrahim. (HR. Bukhari).” Namun, ada saja manusia yang merasa dirinya ataupun kelompoknya mempunyai derajat dan martabat yang lebih tinggi dari yang lainnya dimana manusia atau kelompok tersebut merasa bisa melakukan suatu hal dengan sewenang-wenang terhadap yang lain, dan jika yang lain menghalangi, mereka bisa melakukan apapun agar tidak ada lagi yang menghalanginya, atau bahkan bisa saja mereka menganggap dirinya adalah Tuhan. Hal ini biasa disebut sebagai homo homini lupus, manusia adalah serigala bagi manusia lainnya, sebuah perumpamaan yang tampaknya mengerikan, dimana manusia dianggap sebagai seekor serigala yang buas. Namun pada kenyataannya, ungkapan ini tidak sanggup untuk menggambarkan kebuasan manusia yang buasnya jauh melebihi kebuasan serigala. Walaupun serigala adalah seekor hewan, serigala tidak memangsa serigala lain, tetapi akan berburu rusa, ataupun mangsa lain dengan instingnya, dan serigala pun tidak menutupi cakar dan taringnya, tetapi tetap menampakkannya dengan gagah dan menunjukkan identitasnya sebagai hewan pemangsa. Lain halnya dengan manusia, manusia yang diklaim sebagai mahluk paling sempurna, tega memangsa manusia lain asalkan kebutuhannya terpenuhi. Namun bukan hanya kebutuhan yang menjadi alasan, tetapi bisa saja dengan alasan harga diri, sakit hati, ataupun agama, yang bisa menjadi alasan manusia memangsa manusia yang lainnya, dengan dasar nafsu dan keinginan atau hasrat manusia itu sendiri. Dan semua itu tertutup rapih dengan sebuah senyum manis. Tak usah jauh-jauh melihat, liahatlah bangsa Indonesia sekarang. Banyak manusia yang buasnya jauh melebihi serigala ataupun hewan paling buas di dunia. Lihat saja para koruptor, yang tega mengambil uang yang seharusnya diperuntukkan kepada masyarakat luas, tetapi malah dijadikannya sebagai uang pribadi, yang akhirnya menyengsarakan banyak orang. Begitu juga kerusuhan antar suporter, kerusuhan antar mahasiswa atau pelajar, dan kerusuhan antar suku hingga terorisme yang terjadi berdasarkan harga diri ataupun sakit hati yang bisa saja asal muasal masalah tersebut hanyalah masalah sepele. Dan itulah manusia. Namun dalam ajaran Islam, memang ditegaskan bahwa barang siapa yang telah keluar dari islam maka seseorang tersebut dinyatakan murtad, dan tempatnya di neraka, dan barang siapa yang mengganggu Islam, misalkan membunuh seorang muslimin, maka darahnya halal untuk dibunuh. Memang terdengar mengerikan, tetapi Islam itu damai. Dan Islam tetap mengajarkan toleransi terhadap sesama pemeluk agama dengan pemeluk agama lain. Serta mengajarkan kepedulian terhadap sesama. Hal ini telah ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad S.A.W serta para sahabatnya, dimana ada sebuah kisah, ada seorang nenek yahudi yang buta, yang amat membenci Nabi Muhammad. Nenek tersebut selalu meneriaki dan memaki-maki Rasul. Namun, ada seorang pemuda, yang selalu melewati rumah nenek tersebut dan selalu menyuapi nenek tersebut dengan lembut dan penuh kasih sayang. Dan hanya pemuda itulah yang mau mengasihi dan menyayangi nenek tersebut dengan ikhlas. Pada suatu hari, nenek itu menanyakan nama dari anak muda tersebut, dan pemuda itu menjawab, “akulah Muhammad, yang selama ini kau maki-maki dan kau benci” Mendengar jawaban tersebut, menangislah sang nenek. Ternyata, orang yang selama ini mau menyuapinya dengan lembut dan kasih sayang adalah seseorang yang selalu dimaki-maki dan dibencinya. Adapun kisah lain, dimana sahabat Rasulullah S.A.W, Ali bin Abi Thalib r.a, ketika beliau bertemu dengan seorang kafir Quraisy. Dan kemudian seorang kafir tersebut meludahi wajah dari Ali bin Abi Thalib r.a. sekejap, Ali menghunuskan pedangnya, tapi kemudian Ali menyimpannya kembali, dan tersenyum kepada orang tersebut, dan berkata “semoga ALLAH S.W.T mengampuni dosamu”, hingga akhirnya Ali bin Abi Thalib r.a mendapatkan gelar “Si Wajah Bercahaya”. Sebuah perbuatan yang telah dicontohkan oleh Baginda Nabi Besar Muhammad S.A.W beserta sahabatnya Ali bin Abi Thalib r.a, yang menunjukan bahwa kita sebagai manusia haruslah hidup rukun dan saling mengasihi serta saling menyayangi. Hal ini juga ditegas kan dalam rukun islam ketiga, yakni zakat. Dimana dengan zakat, kita sebagai orang yang diberi kelebihan oleh ALLAH S.W.T dapat membantu saudara-saudara kita yang kekurangan. Tetapi, manusia tetaplah manusia, yang tetap memiliki nafsu dan hasrat yang merupakan jalan bagi syetan untuk mengganggu dan menjerumuskan manusia kejalan yang sesat. Untuk itu, ALLAH S.W.T telah memberikan instruksi kepada manusia berupa shalat, baik itu shalat sunnah ataupun wajib, untuk menghindari dan mencegah manusia berbuat sesuatu yang merupakan perbuatan syetan yang terkutuk. Dan Rasulullah S.A.W pun bersabda “bahwa perang yang paling sulit adalah perang melawan hhawa nafsu”. Maka dari itu, sebagai manusia, janganlah saling bertikai satu sama lain dengan alasan apapun. Jiak ada masalah janganlah diselesaikan dengan kekerasan, tapi diselisaikan dengan akal dan pikiran yang sehat, dengan budi pekerti dan dengan hati nurani. Karena manusia itu diciptakan dalam kondisi sama karena memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan untuk menutupi kekurangan itu setiap manusia harus saling berinteraksi dengan saling menghargai, menyayangi dan bertoleransi. Yang membedakan manusia hanyalah ketaqwaan manusia kepada ALLAH S.W.T, dan itupun yang mampu mengukurnya hanyalah ALLAH S.W.T sebagai Tuhan semesta alam saja. Dan janganlah merasa lebih baik atau lebih tnggi derajatnya dari orang lain, karena belum tentu derajat kita lebih tinggi dati orang lain, atau belum tentu kita lebih baik dari orang lain. jika pertikaian masih tetap terjadi, sesama manusia saling memusuhi atau bahkan saling membunuh, manusia itu pantas disebut sebagai mahluk yang paling buas diantara mahluk lainnya.
Homo Homini Lupus
"Manusia adalah serigala untuk manusia."
"Hanya bagian dari kita yang waras: hanya bagian dari kita mencintai kesenangan dan hari panjang kebahagiaan, ingin hidup untuk sembilan puluhan kita dan mati dalam damai, di sebuah rumah yang kita bangun, yang akan penampungan orang-orang yang datang setelah kami yang lainnya. setengah dari kita dalam hampir gila ini lebih suka. yang menyenangkan ke menyenangkan, mencintai rasa sakit dan putus asa malam gelap, dan ingin mati dalam sebuah bencana yang akan mengatur kembali kehidupan awal dan meninggalkan apa-apa dari rumah kami menyimpan fondasinya menghitam. "
"Tangan merusak Man suku cadang ada yang hidup; dia membunuh untuk memberi makan dirinya sendiri, dia membunuh untuk pakaian sendiri, dia membunuh untuk menghiasi diri, ia membunuh untuk menyerang, dia membunuh untuk membela diri, dia membunuh untuk mengajar dirinya sendiri, dia membunuh untuk menghibur dirinya sendiri, dia membunuh demi membunuh raja Bangga dan mengerikan,. dia ingin menolak segala sesuatu dan apa-apa dia ... dari domba ia air mata dan membuat nyali bergema kecapinya ... dari serigala gigi yang paling mematikan untuk memoles karya cantik seni;.? dari gajah gading untuk membuat mainan untuk anaknya - meja ditutupi dengan mayat ... Dan siapa yang [dalam hal ini pembantaian umum] akan memusnahkan orang yang exterminates semua yang lain sendiri Ini adalah orang yang dituntut dengan pembantaian manusia ... Jadi hal itu berlangsung ... hukum besar penghancuran kekerasan makhluk hidup. Seluruh bumi, terus-menerus direndam dalam darah, tidak lain adalah sebuah mezbah yang luas pada mana semua yang hidup harus dikorbankan tanpa akhir, tanpa batas, tanpa jeda, sampai penyempurnaan hal, sampai kejahatan adalah punah, sampai kematian kematian. "
HOMO HOMINI SOCIO
Manusia adalah makhluk hidup yang paling sempurna dibandingkan makhluk hidup lain yang Tuhan ciptakan. Mengapa demikian? Ini dikarenakan manusia dikaruniai akal budi dimana ini tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya. Manusia diciptakan sebagai penguasa dan penjaga akan apa yang ada di bumi ini, maka dari itu manusialah yang bertanggungjawab akan apa yang terjadi di bumi ini. Kita pasti pernah mendengar kalimat “manusia adalah makhluk social” kalimat ini ingin menjelaskan bahwa manusia sebenarnya tidak bias hidup sendiri, manusia saling membutuhkan satu sama lain untuk dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya. Kata “social” itu sendiri diambil dari pengertian masyarakat, dengan begitu kita bias menarik kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang hidup bermasyarakat. Ada 3 macam kebutuhan yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup yakni:
• Kebutuhan Primer: Adalah kebutuhan yang wajib dimiliki, karena bersifat vital dan tidak bias ditunda, contoh: makanan, pakaian dsb
• Kebutuhan sekunder: Adalah kebutuhan yang tak harus dipenuhi, namun cukup vital dalam kehidupan. Kebutuhan sekunder biasa dibilang semi primer karena sifatnya yang juga tergolong penting dalam hidup, contoh: Kebutuhan akan tempat tinggal, dsb
• Kebuthan tersier: Adalah kebutuhan yang tak wajib untuk dipenuhi karena tidak mempengaruhi baik itu dimiliki maupun tidak dalam hidup, contoh: kebuthan akan kendaraan bermotor, alat komunikasi, dsb.
Seiring berkembangnya zaman kebuthan pun semakin berubah-ubah. Contohnya seperti sekarang-sekarang ini, kebutuhan akan alat komunikasi (handphone) kian meningkat di masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan pergeseran kebutuhan, alat komunikasi (handphone) yang tadinya hanya kebutuhan tersier sekarang menjadi kebuthan premier karena gaya hidup yang menuntut mobilitas manusia lebih cepat dan fleksibel. Oleh karena itu terciptalah ide untuk mengembangkan IPTEK oleh manusia. Tidak hanya dalam alat komunikasi, perkembangan IPTEK telah merambat ke segala hal seperti transportasi, keamanan dsb. Perkembangan yang cepat ini mengarah ke dua hal yang berseberangan yakni POSITIF & NEGATIF :
• POSITIF: Maksudnya adalah perkembangan IPTEK semakin menunjang dan kebutuhan manusia kea rah positif. Manusia yan dulu hanya mendapatkan informasi dari pihak ke pihak secara lisan sekarang sudah bias menjelajahi informasi di dunia hanya dengan mengakses internet. Ini merupakan salah satu contoh kemajuan yang dicapai manusia dalam mengembangkan IPTEK-nya. Masih banyak Hal lainnya seperti penggunaan listrik untuk penerangan, dsb.
• NEGATIF : Maksudnya adalah perkembangan IPTEK yang malah justru membuat malapetaka bagi manusia itu sendiri, terutam kepada masyarakat sekitarnya. Pemanfaatan IPTEK yang keliru ini cenderung menghasilkan tindakan criminal dan menurunnya kualitas individu manusia iu sendiri. Contohnya adalah penggunaan computer (internet) untuk membobol bank. Hal ini menjadi batu sandungan bagi manusia, karena ITPTEK yang kian dibanggakan dan dikembangkan justru bias menjadi boomerang bagi kehidupan
Homo Homini Socio hamper memiliki arti yang sama dengan manusia sebagai makhluk social, berikut merupakan definisi dari Homo Homini Socio*:
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan. Meskipun banyak spesies berprinsip sosial, membentuk kelompok berdasarkan ikatan / pertalian genetik, perlindungan-diri, atau membagi pengumpulan makanan dan penyalurannya, manusia dibedakan dengan rupa-rupa dan kemajemukan dari adat kebiasaan yang mereka bentuk entah untuk kelangsungan hidup individu atau kelompok dan untuk pengabadian dan perkembangan teknologi, pengetahuan, serta kepercayaan. Identitas kelompok, penerimaan dan dukungan dapat mendesak pengaruh kuat pada tingkah laku individu, tetapi manusia juga unik dalam kemampuannya untuk membentuk dan beradaptasi ke kelompok baru. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan interaksi antar manusia.
Definisi Homo Homini Socio
Manusia, sudah jelas bahwa manusia yang dimaksud di dunia tidak hidup sendiri, dan tidak akan bisa hidup sendiri. Karena itu manusia juga disebut makhluk sosial, makhluk yang hidup berkelompok. Manusia membutuhkan informasi-informasi untuk mengetahui keadaan kehidupan yang ada, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan survive atau juga pertahanan hidup di dunia ini.

Manusia adalah makhluk yang mempunyai aturan-aturan atau peradaban yang berbeda beda di dunia ini, setiap titik tempat pasti mempunyai peraturan yang berbeda beda. Peraturan tersebut dibuat untuk mentertibkan dan menyesuaikan dengan keadaan titik tempat tersebut, dan juga dibuat untuk mentertibkan komunikasi antar manusia.

Bukan baru-baru ini manusia sebagai makhluk sosial, tetapi sudah berabad-abad lamanya, sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, manusia sangat membutuhkasn satu sama lain, karena beberapa alasan, tetapi ada beberapa alasan yang sangat dominan yaitu :

1. Manusia butuh berinteraksi dan bersosialisasi atas dasar kebutuhan pangan, atau jasmaninya.
2. Manusia butuh berinteraksi dan bersosialisasi atas dasar kebutuhan pertahanan diri, atu kita bisa sebut survival, untuk bertahan hidup.
3. Manusia juga sangat membutuhkan interaksi dan sosialisasi atas dasar melangsungkan jenis atau keturunan.

Dari point-point di atas kita bisa melihat dan membayangkan bagaimana manusia sangat membutuhkan satu sama lain. Bukan hanya membutuhkan, tapi masyarakat atau kumpulan manusia yang berinteraksi adalah suatu komponen yang tidak terpisahkan dan sangat ketergantungan. Sehingga komunikasi antar masyarkat dientukan oleh peranan manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial.

Globalisasi, adalah perubahan secara besar-besaran atau secara umum meluas. Dalam arus globalisasi yang berkembang sangat cepat ini manusia menjadi makhluk yang sangat mudah meniru dalam arti meniru sesuatu yang ada di masyarakat yang terdiri dari :

1. Manusia mudah meniru atau mengikuti perkembangan kebudayaan-kebudayaan, dimana manusia sangat mudah menerima bentuk-bentuk perkembangan dan pembaruan dari kebudayaan luar, sehingga dalam diri manusia terbentuklah pengetahuan, pengetahuan tentang pembaruan kebudayaan dari luar tersebut.

2. Penghematan tenaga dimana ini adalah merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu menggunakan banyak tenaga dari manusia, sehingga kinerja mnausia dalam masyarakat bisa berjalan secara efektif dan efisien.

Secara umum, keinginan manusia untuk meniru bisa terlihat jelas dalam suatu ikatan kelompok, tetapi hal ini juga kita dapat lihat di dalam kehidupan masyarakat secara luas.Dari gambaran diatas jelas bagaimana manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu sendiri punya konsep sebagai makhluk sosial.

Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal yakni :

1. Tekanan Emosiaonal. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
2. Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain karena kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih saying orang lain atau dukungan moral untuk membentuk kondisi seperti semula.
3. Isolasi sosial. Orang yang terisolasi harus melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.



Homo Homini Lupus
Dikirim oleh Webmaster
Membayangkan adegan drama scenario penegakkan hukum yang diperdengarkan pada Sidang Mahkamah Konstitusi beberapa waktu yang lalu, benar-benar membuat bulu kuduk kita merinding. Betapa tidak bak sebuah drama berdurasi panjang dialog antara aparat penegak hukum dengan orang yang disebut sebagai Anggodo Widjojo mengenai penyusunan strategi rekayasa hukum yang akan dilakukan secara berjamaah dengan oknum-oknum penegak hukum dari institusi penegak hukum Kejaksaan dengan Anggodo sang penyandang dana untuk mensukseskan peran setiap pemain dalam pelaksanaan scenario drama penegakkan hukum.
Beruntung Mahkamah Konstitusi cepat mengambil langkah ekstrem dalam mengungkap kebiadapan para oknum penegak hukum yang mencoba bermain-main hukum dengan mengatasnamakan keadilan. Banyak kalangan yang senang dengan tindakkan MK dalam menguak rahasia dibalik polemic antara Polri dengan KPK yang terus menggelembung hingga ke ranah public, namun ada juga pihak-pihak yang beranggapan Mahkamah Konstitusi telah melampaui wewenangnya dengan memutar rekaman percakapan antara oknum aparat penegak hukum dengan Anggodo yang membicarakan mengenai siasat untuk penyelamatan seseorang yang bernama Anggoro Widjojo yang akan dilakukan secara sistematis dengan binkai aturan hukum.

Didalam negara hukum yang menempatkan status hukum sebagai panglima tertinggi didalam kehidupan bernegara, tentu hukum harus dipandang sebagai urutan teratas dalam hal penyelesaian berbagai persoalan yang sihadapi masyarakat. Tetapi jika hukum itu dikendalikan oleh oknum yang tidak memandang hukum sebagai sesuatu yang sakral dan bahkan menjadikan hukum sebagai alat untuk memuluskan nafsu serakahnya di dunia. Jika seperti ini yang terjadi maka negeri ini tidak pantas lagi menyandang status negara hukum melainkan bar-bar.

Dalam situasi yang seperti ini jika semua aparat penegak hukumnya tidak kembali kepada pijakkan awal yakni semangat pembentukan hukum dan moralitas keadilan, sudah pasti anarkisme akan muncul dimana-mana, rakyat akan terposisikan sebagai golongan yang paling menderita dan tidak mendapatkan ruang untuk menuntut hak-haknya sebagai anak bangsa. Kekuatan modal akan mendominasi di seluruh lapisan kehidupan masyarakat.

Secara yuridis tindakan membuka dan memutar rekaman hasil penyadapan KPK mengenai percakapan antara oknum-oknum penegak hukum dan Anggodo serta konspirator jahat lainya merupakan terobosan hukum untuk menggagalkan pelaksanaan sebuah skenarion jahat dan demi penyelamatan istitusi penagakkan hukum serta demi keadilan universal. Subyektifitas Hakim mendapat tempat yang khusus di dalam doktrin hukum yang berlaku umum. Hakim diberikan kebebasan menggunakan standar subyektif berdasarkan hati nurani dan keyakinanya dalam memutus sebuah perkara demi mewujudkan keadilan hukum. Teori hukum alam mengajarkan bahwa keadilan itu memiliki dimensi universal dan absolut sehingga tidak sekedar diukur dengan aturan pasal-pasal di dalam undang-undang yang dibuat oleh pembuat undang-undang.
Tanpa adanya penegakkan hukum yang streght maka mustahil kewibawaan hukum, lembaga hukum, dan aparat penegak hukum dapat dipertahankan. Bahkan lemahnya mentalitas aparat penegak hukum dapat memunculkan kejahatan-kejahatan terselubung yang sangat merugikan negara dan menjatuhkan martabat bangsa di dunia internasional. Jika hukum sudah tidak berfungsi lagi untuk mencari keadilan, dan sesuatu cenderung ditentukan oleh oknum pemilik modal besar maka aparat hanya akan berperan sebagai badut-badut penghibur para koruptor yang serakah dan tamak.

Situasi yang bar-bar menempatkan manusia dengan manusia sebagai musuh yang selalu saling curiga tidak ada kepastian dan kedamaian, yang kuat akan memperngaruhi yang lain untuk tujuan kerakusanya itu bahkan tidak segan ia memangsa yang lemah, ia membunuh apapun dan siapapun yang dinilai menghalang-halangi tujuanya. Semua nilai-nilai kehidupan seolah sudah diabaikan semua diukur dan ditentukan dengan kekuatan materi dan kekuasaanya.

Memperhatikan dengar pendapat DPR-Polri tadi malam, tidak ada kejelasan arah dari agenda tersebut kecuali hanya sekedar mendengarkan keluh kesah dari Kapolri, Bambang Hendrarso.fenomena tersebut justru akan berdampak negatif dan menurunkan trust masyarakat terhadap supremasi hukum di negeri ini. Publik masih melihat bahwa Anggodo belum tersentuh oleh hukum kendatipun dalam percakapan rekaman yang diputar oleh MK mengindikasikan kuat dugaan bahwa dia adalah king master dibalik konspirasi yang selama ini menjadi opini publik. Isu yang muncul dalam dengar pendapat DPR-Polri tadi malam seolah hanya mempersoalkan tekanan publik terhadap institusi Polri dan membangun opini banhwa Polri berada pada posisi terdzolimi. Padahal itu sangat bertolak belakang dengan anggapan masyarakat yang menduga ada konspirasi besar untuk melemahkan institusi KPK sebagai lembaga yang selama ini memiliki prestasi lebih bagus dibandingkan dengan lembaga Polri dan Kejaksaan dalam penuntasan kasus korupsi. Dan berpandangan bahwa okmum polisi menjadi bagian dari persekongkolan yang merusak citra penegakan hukum dan semakin menjauhkan Indonesia dari Law Enforcement. Praktik bar-bar memposisikan yang kuat menjadi pemangsa yang lemah harus dihentikan, caranya adalah dengan menegakkan hukum setegak-tegaknya dan seadil-adilnya supaya masyarakat kita tidak terpola menjadi srigala antara individu yang satu dengan yang lainya (” homo homini lupus”).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar