Senin, 05 Mei 2014

Tugas Testing dan Implementasi Sistem

Software yang Melakukan testing software : 
* ENTEPRISE SISTEM
           Enterprise system adalah  sistem berbasis software untuk membantu pengelolaan sistem informasi pada suatu organisasi dengan skala besar. Skala besar berarti volume transaksi yang besar, concern terhadap kualitas informasi yang tinggi, mengintegrasikan berbagai proses bisnis, lintas bidang (horisontal) maupun lintas strata (vertikal). Contoh dari ES adalah ERP (Enterprise Resource Planning) atau e-Business secara umum, e-Government, dan ingrated software lainnya.
Mengimplementasikan ES tidak mudah, atau setidaknya memilki strategi yang berbeda dengan sistem lain yang terbatas ruang lingkupnya, penggunanya dan tidak terpadu. Implementasi di sini bermakna bahwa software telah dapat digunakan dan bisa memberikan value bagi penggunanya sesuai tujuan pemanfaatan software tsb. Implementasi ini bisa dilakukan secara internal organisasi (oleh divisi IT/MIS) atau dengan pihak eksternal dalam kerangka proyek dan terikat legalitas berbentuk kontrak.
implementator sebagai pihak eksternal yang melakukan implementasi dan klien sebagai organisasi yang diimplementasikan softwarenya.
Implementasi ES berbeda dengan implementasi software berskala kecil atau yang penggunanya tunggal seperti MS Word, Database Rental VCD atau website, meskipun produknya sama-sama software yang berjalan di atas server dan membutuhkan konektivitas. Tentu nanti ada strategi yang berbeda, metode pemilihan bahan yang berbeda, tahapan yang berbeda, standar-standar tertentu, dst. Demikian pula dalam konteks software, bisa dipilah berdasar cakupan penggunaannya, bisa dilihat juga dari jenisnya (generik dan customized), yang masing-masing punya strategi implementasi yang berbeda. SE berkaitan dengan pengelolaan sistem informasi, yang tidak hanya bicara teknologi saja, tapi berkaitan dengan proses bisnis, struktur organisasi dan manusianya.
Pola pikir ”developer” adalah menganggap suatu problem bisa selesai dengan solusi berbasis software yang baik dan tepat. Tapi apakah cukup seperti itu? Dalam membangun solusi, ya itu cukup, tapi belum tentu menjamin kesuksesan implementasi. Pola pikir developer cenderung berfokus pada analisis dan development tidak pada implementasinya. Padahal sukses tidaknya proyek software, baik buruknya reputasi implementator, seringkali orang luar melihat pada keberhasilan implementasinya dan value yang didapatkan klien. ES untuk organisasi dengan puluhan divisi, ribuan orang, puluhan kepentingan, dan mungkin ratusan konflik. Apalagi jika software yang kita implementasikan bukan sekedar supporting tools tapi adalah core dari bisnis itu sendiri (konsep e-business). Cara implementasi dengan pola pikir seperti ini hanya akan menghasilkan solusi dan software yang bagus, tapi tidak optimal dan memberikan value untuk organisasi tsb, atau bahkan malah tidak pernah akan digunakan.
Implementator tidak bisa memposisikan diri sebagai project manager pada sebuah proyek yang berkaitan langsung dengan proses bisnis internal klien. Seorang project manager harus mampu mengelola semua resource berkaitan dengan proyek. Kadang kita tidak menyadari bahwa sebagaian besar resource dari proyek software justru berada di sisi organisasi klien. Sementara, project manager seharusnya memiliki akses ke seluruh resource tersebut, karena jika tidak, itu bukan project manager namanya.
Dalam kasus ini, maka project manager seharusnya justru berada di sisi klien, bukan implementator. Akan sia-sia jika aktivitas project planning, project controlling dsb sepenuhnya dilakukan oleh implementator, sementara klien hanya ”tahu beres” saja. Pada akhirnya aktivitas-aktivitas project management tsb hanya akan menghasilkan berkas-berkas dan dokumen administratif saja, yang pada kenyataannya tidak pernah dilaksanakan.
Peran yang paling pas untuk implementator adalah sebagai konsultan. Tugas utama dari konsultan adalah memberikan informasi, mendampingi, memfasilitasi dan menjadi motor ”behind the screen”. Tentu saja jika kontraknya melibatkan pengadaan software, konsultan juga akan melakukan development atau implementasi secara teknis, namun implementasi keseluruhannya harus dipimpin oleh klien sendiri melalui project manager. Jika klien tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengelola proyek software, itulah tugas konsultan untuk mendampinginya, sehingga proses project planning, control, evaluation, dst sepenuhnya akan berasal dari ide-ide, komitmen dan effort dari klien sendiri.
Tugas konsultan adalah memfasilitasi dan mengarahkannya. Model seperti ini yang kemudian memunculkan teknik JAD (Joint Application Design), yang intinya adalah melibatkan dan kolaborasi seluruh stakeholder proyek. salah satu fase dalam implementasi sistem adalah fase transisi, yang pasti akan menuntut perubahan baik kecil maupun besar. Adanya sistem baru, mau tidak mau akan merubah proses bisnis. Perubahan proses bisnis berarti perubahan cara kerja, alur kerja dan bahkan budaya kerja. Perubahan ini menyangkut aspek people dan proses bisnis, sehingga dikenal konsep change management.
Dalam eksekusinya, change ini harus dipimpin dan dimanage oleh leader di internal organisasi. Yang jelas seorang konsultan tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan tentang software engineering dan hal-hal teknis, dan juga tidak cukup ditambah dengan pengalaman dan keterampilan project management, namun konsep dan bestpractice tentang change management, communication skill yang excellent sangat diperlukan.
Sumber :