Jumat, 03 Februari 2012

Kehidupan Presiden SBY

Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono adalah Presiden RI ke enam dan Presiden pertama yang dipilih langsung oleh Rakyat Indonesia. Bersama Drs. M. Jusuf Kalla sebagai wakil presidennya, beliau terpilih dalam pemilihan presiden di 2004 dengan mengusung agenda "Indonesia yang lebih Adil, Damai, Sejahtera dan Demokratis", mengungguli Presiden Megawati Soekarnoputri dengan 60% suara pemilih. Pada 20 Oktober 2004 Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik beliau menjadi Presiden.
Pada tanggal 20 Oktober 2009, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono kembali di lantik sebagai Presiden RI untuk periode 2009-2014, setelah bersama pasangannya Prof. Dr. Boediono memenangkan Pemilihan Umum Presiden pada 8 Juli 2009 dalam satu putaran langsung dengan memperoleh 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.
Presiden SBY, seperti banyak rakyat memanggilnya, lahir pada 9 September 1949 di Pacitan, Jawa Timur. Seorang ilmuwan teruji, beliau meraih gelar Master in Management dari Webster University, Amerika Serikat tahun 1991. Lanjutan studinya berlangsung di Institut Pertanian Bogor, dan di 2004 meraih Doktor Ekonomi Pertanian.. Pada 2005, beliau memperoleh anugerah dua Doctor Honoris Causa, masing-masing dari almamaternya Webster University untuk ilmu hukum, dan dari Thammasat University di Thailand ilmu politik.
Susilo Bambang Yudhoyono meraih lulusan terbaik AKABRI Darat tahun 1973, dan terus mengabdi sebagai perwira TNI sepanjang 27 tahun. Beliau meraih pangkat Jenderal TNI pada tahun 2000. Sepanjang masa itu, beliau mengikuti serangkaian pendidikan dan pelatihan di Indonesia dan luar negeri, antara lain Seskoad dimana pernah pula menjadi dosen, serta Command and General Staff College di Amerika Serikat. Dalam tugas militernya, beliau menjadi komandan pasukan dan teritorial, perwira staf, pelatih dan dosen, baik di daerah operasi maupun markas besar. Penugasan itu diantaranya, Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad, Panglima Kodam II Sriwijaya dan Kepala Staf Teritorial TNI.
Selain di dalam negeri, beliau juga bertugas pada misi-misi luar negeri, seperti ketika menjadi Chief Military Observer United Nations Peace Keeping Operations (CMO UNPKO) dan Komandan Kontingen Indonesia di Bosnia Herzegovina pada 1995-1996.
Setelah mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, beliau mengalami percepatan masa pensiun maju 5 tahun ketika menjabat Menteri di tahun 2000. Atas pengabdiannya, beliau menerima 24 tanda kehormatan dan bintang jasa, diantaranya Satya Lencana PBB UNPKF, Bintang Dharma dan Bintang Maha Putra Adipurna. Atas jasa-jasanya yang melebihi panggilan tugas, beliau menerima bintang jasa tertinggi di Indonesia, Bintang Republik Indonesia Adipurna.
Sebelum dipilih rakyat dalam pemilihan presiden langsung, Presiden Yudhoyono melaksanakan banyak tugas-tugas pemerintahan, termasuk sebagai Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan pada Kabinet Persatuan Nasional di jaman Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau juga bertugas sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam Kabinet Gotong-Royong di masa Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada saat bertugas sebagai Menteri Koordinator inilah beliau dikenal luas di dunia internasional karena memimpin upaya-upaya Indonesia memerangi terorisme.
Presiden Yudhoyono juga dikenal aktif dalam berbagai organisasi masyarakat sipil. Beliau pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the Governing Board of the Partnership for the Governance Reform, suatu upaya bersama Indonesia dan organisasi-organisasi internasional untuk meningkatkan tata kepemerintahan di Indonesia. Beliau adalah juga Ketua Dewan Pembina di Brighten Institute, sebuah lembaga kajian tentang teori dan praktik kebijakan pembangunan nasional.
Pada beberapa tahun terakhir, Presiden Yudhoyono juga berperan aktif dalam berbagai forum internasional, termasuk dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup. Sejak pelaksanaan Konferensi Bali mengenai Perubahan Iklim di tahun 2007, yang menghasilkan Bali Road Map, hingga pertemuan sejenis di Kopenhagen yang menghasilkan Copenhagen Accord,Presiden Yudhoyono selalu memberikan kontribusi nyata. Presiden Yudhoyono juga memprakarsai terbentuknya Coral Triangle Initiative,yang merupakan upaya kerjasama antara Indonesia, Malaysia, Philipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Timor Leste dan Brunei Darussalam, dalam melindungi keanekaragaman sumber daya hayati lautan di wilayah ini, serta terbentuknya Forest - 11 (F-11), kelompok negara-negara pemilik hutan tropis di dunia. Atas berbagai upaya tersebut, pada pembukaan The 11th Special Session of The Governing Council/Global Ministerial Enviromental Forum pada bulan Februari 2010 lalu di Bali, Presiden Yudhoyono mendapatkan penghargaan UNEP Award Leadership in Marine and Ocean Management.
Presiden Yudhoyono adalah seorang penggemar baca dengan koleksi belasan ribu buku, dan telah menulis sejumlah buku dan artikel seperti: Transforming Indonesia: Selected International Speeches (2005), Peace deal with Aceh is just a beginning (2005), The Making of a Hero (2005), Revitalization of the Indonesian Economy: Business, Politics and Good Governance (2002), dan Coping with the Crisis - Securing the Reform (1999). Ada pula Taman Kehidupan, sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004. Presiden Yudhoyono adalah penutur fasih bahasa Inggris.
Presiden Yudhoyono adalah seorang Muslim yang taat. Beliau menikah dengan Ibu Ani Herrawati dan mereka dikaruniai dengan dua anak lelaki. Pertama, Kapten Inf Agus Harimurti Yudhoyono, lulusan terbaik Akademi Militer tahun 2000 dan telah menyelesaikan Program Master di bidang Strategic Studies di IDSS, Nanyang Technological University, Singapura. Pada akhir bulan mei 2010 yang bersangkutan juga telah menyelesaikan Program Master di bidang Public Policy di Kennedy School of Goverment, Harvard University, Amerika Serikat. Telah menikah dengan Annisa Larasati Pohan, dan dikaruniai seorang putri, Almira Tunggadewi Yudhoyono.
Kedua, Edie Baskoro Yudhoyono, lulusan bachelor of Commerce Finance dan Electronic Commerce dari Curtin University of Technology,Perth, Western Australia, serta lulusan Program Master bidang International Political Economy di S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Saat ini aktif sebagai anggota DPR RI dan sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengadakan jamuan santap siang dengan kepala negara dan pemerintahan peserta Bali Democracy Forum IV di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, Kamis (8/12) siang. Presiden mengawali santap siang bersama pemimpin Asia ini dengan humor segar.

Salah satu pilar demokrasi, kata Presiden, adalah hak asasi manusia. "Salah satu hak asasi manusia yang melekat adalah hak atas pangan. Jadi, saya tidak ingin merusak acara makan siang ini dengan pidato panjang. Jika saya lakukan, saya pasti akan melanggar hak Anda untuk rezeki," canda Presiden SBY yang disambut senyum para pemimpin.
Hadir dalam jamuan santap siang ini tujuh kepala negara/pemerintahan Asia dan wakilnya. Mereka adalah Sultan Brunei Darussalam Haji Hassanal Bolkiah, Presiden Srilanka Mahinda Rajapaksa, PM Mongolia Sukhbaatar Batbold, PM Qatar Sheikh Hamad Bin jassim Bin Jabr Al-Thani, dan PM Timor Leste Xanana Gusmao. Kemudian, Wakil Presiden Filipina Jejomar Binay dan Wakil PM Turki Bulent Binay.
Pada kesempatan ini, Presiden berbagi dengan para pemimpin tentang pemikirannya mengapa Bali dipilih sebagai tempat penyelenggaran forum antarpemerintah Asia ini. "Keindahan alam Bali, ketenangan, dan keramahan orang-orangnya yang dikenal di seluruh dunia. Pantai berpasir yang luas, yang sawahnya bertingkat-tingkat dan subur, dan udara pegunungan yang sejuk telah memberi isyarat jutaan pengunjung," . "Di sini terdapat tradisi yang kaya dan bersemangat, budaya, serta iman bercokol dalam kehidupan sehari-hari, memberikan bukti bahwa semboyan nasional Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika atau persatuan dalam keanekaragaman, tetap menjadi inti untuk identitas nasional kami,". Presiden berharap selama kunjungan singkat ini para pemimpin dan delegasi menyisihkan waktu sejenak untuk benar-benar menghargai kualitas khusus Bali, Pulau Dewata yang telah memberikan kontribusi besar terhadap sejarah diplomasi.
"Tentu saja, selama empat tahun terakhir Bali telah menjadi rumah bagi kita, Bali Democracy Forum. Sebuah atribut paling pas diberikan dan melekat pada tradisi Bali, yaitu keterbukaan dan toleransi. Namun, Bali juga menyediakan pengaturan untuk tonggak kerjasama ASEAN dan pembangunan komunitas, termasuk dalam mempromosikan daerah, kedaiamainl, dan kemakmuran,".

Kita ingin Presiden SBY menangis dan bersedih, berempati langsung kepada keluarga yang anaknya satu demi satu meninggal. Meninggal akibat kemelaratan yang menderanya. Satu demi satu sebuah keluarga anaknya meninggal. Enam orang anaknya seluruhnya meninggal. Tak tersisa. Sangat getir. Presiden SBY yang lahir di kota Pacitan, mestinya sanngat paham. Karena Pacitan dalam kurun waktu yang panjang rakyatnya di dera kemiskinan yang akut. Makanan rakyatnya tiwul, yang terbuat dari gaplek. Mestinya Presiden SBY sangat merasakan penderitaan itu, dan langsung mengulurkan tangannya kepada keluarga yang miskin itu. Masih hampir 100 juta lebih penduduk negeri ini yang miskin, dan masih 40 juta penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Fakta sosial yang lekat dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat dibantah. Tidak bisa dibantah oleh data-data statistik yang disajikan oelh BPS. Tidak bisa dibantah oleh laporan yang dibuat oleh Menko Ekuin. Kehidupan rakyat sehari-hari di pedesaan sangat sulit. Banyak diantara mereka hidup tanpa penghasilan, yang memadai.

Bagaimana 80 persen rakyat Papua hidup di bawah garis kemiskinan? Sedangkan di Papua ada tambang emas di Free Port? Bagaimana propinsi-propinsi lainya? Adakah mereka sama dengan kondisi rakyat di Papua yang rata-rata miskin. Padahal negeri ini sangat melimpah sumber daya alamnya. Papua memiliki sumber daya alam, seperti emas, tembaga, dan lainnya, yang menghasilkan triliun rupiah. Tetapi, kehidupan rakyatnya tak banyak berubah, sejak Papua menjadi bagian Indonesia.
Akhir-akhir banyak rakyat yang memilih hidup dengan jalan bunuh diri. Karena mereka sudah tidak mampu lagi menerima beban hidup yang amat berat. Penderitaan yang tidada henti. Penderitaan yang terus menerus. Akhirnya mereka melakuakn bunuh diri. Kemiskinan yang akut membuat mereka hanya memilih satu-satunya jalan dengan bunuh diri.

Mestinya, Presiden SB Y sedih menangis, dan merespon dengan langsung peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dialami rakyat. Bukan malah Presiden menyampaikan di depan para perwaira TNI dan Kepolisian di Mabes TNI, yang menyatakan sudah tujuah gajinya tak naik. Seharusnya Presiden berkaca layakkah mengucapkan seperti itu. Tidakkah seharusnya Presiden SBY, merasa bahwa apa yang dilakukannya belum ada arti apa-apa, di bandingkan dengan kenyataan yang dihadapi oleh rakyatnya.
Akhir-akhir banyak rakyat yang memilih hidup dengan jalan bunuh diri. Karena mereka sudah tidak mampu lagi menerima beban hidup yang amat berat. Penderitaan yang tidada henti. Penderitaan yang terus menerus. Akhirnya mereka melakuakn bunuh diri. Kemiskinan yang akut membuat mereka hanya memilih satu-satunya jalan dengan bunuh diri.

Mestinya, Presiden SB Y sedih menangis, dan merespon dengan langsung peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dialami rakyat. Bukan malah Presiden menyampaikan di depan para perwaira TNI dan Kepolisian di Mabes TNI, yang menyatakan sudah tujuah gajinya tak naik. Seharusnya Presiden berkaca layakkah mengucapkan seperti itu. Tidakkah seharusnya Presiden SBY, merasa bahwa apa yang dilakukannya belum ada arti apa-apa, di bandingkan dengan kenyataan yang dihadapi oleh rakyatnya.
Presiden SBY mestinya sedih dan menangis. Ketika mengeluarkan 12 instruksi untuk menyelesaikan kasusnya Gayus. Tetapi, sesudah sehari dikeluarkannya 12 instruksi Presiden, justru majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan, hanya memvonis Gayus hanya 7 tahun penjara, ditambah denda Rp 300 juta rupiah. Tengoklah kehidupan rakyat di lereng-lereng Merapi dan Bromo? Pasca gunung Merapi meletus, sekarang mereka menghadapi lahar dingin yang menghancurkan. Rumah-rumah mereka hancur luluh lantak. Sebagaian mereka masih hidup di tenda-tenda. Mengapa pemerintah tidak segera mengambil keputusan memberikan tempat tinggal yang layak. Agar mereka bisa hidup kembali secara normal. Tapi dibiarkan sampai hari ini dalam penderitaannya.

Rabu, 01 Februari 2012

Kerusuhan Mei 1998

Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei - 15 Mei 1998, khususnya di ibu kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Pada kerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan oleh amuk massa — terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis.Kemarahan masyarakat terhadap kebrutalan aparat keamanan dalam peristiwa Trisakti dialihkan kepada orang Indonesia sendiri yang keturunan, terutama keturunan Cina. Betapa amuk massa itu sangat menyeramkan dan terjadi sepanjang siang dan malam hari mulai pada malam hari tanggal 12 Mei dan semakin parah pada tanggal 13 Mei siang hari setelah disampaikan kepada masyarakat secara resmi melalui berita mengenai gugurnya mahasiswa tertembak aparat.

Sampai tanggal 15 Mei 1998 di Jakarta dan banyak kota besar lainnya di Indonesia terjadi kerusuhan besar tak terkendali mengakibatkan ribuan gedung, toko maupun rumah di kota-kota Indonesia hancur lebur dirusak dan dibakar massa. Sebagian mahasiswa mencoba menenangkan masyarakat namun tidak dapat mengendalikan banyaknya massa yang marah.

Setelah kerusuhan, yang merupakan terbesar sepanjang sejarah bangsa Indonesia pada abad ke 20, yang tinggal hanyalah duka, penderitaan, dan penyesalan. Bangsa ini telah menjadi bodoh dengan seketika karena kerugian material sudah tak terhitung lagi padahal bangsa ini sedang mengalami kesulitan ekonomi. Belum lagi kerugian jiwa di mana korban yang meninggal saat kerusuhan mencapai ribuan jiwa. Mereka meninggal karena terjebak dalam kebakaran di gedung-gedung dan juga rumah yang dibakar oleh massa. Ada pula yang psikologisnya menjadi terganggu karena peristiwa pembakaran, penganiayaan, pemerkosaan terhadap etnis Cina maupun yang terpaksa kehilangan anggota keluarganya saat kerusuhan terjadi. Sangat mahal biaya yang ditanggung oleh bangsa ini. Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi". Sebagian masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan peristiwa Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal yang sistematis atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi. Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap kunci dari peristiwa kerusuhan Mei 1998. Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, namun pernyataan ini dibantah oleh banyak pihak.

Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun demikian umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.
Pada bulan Mei 2010, Andy Yentriyani, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat di Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), meminta supaya dilakukan amandemen terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Menurut Andy, Kitab UU Hukum Pidana hanya mengatur tindakan perkosaan berupa penetrasi alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan. Namun pada kasus Mei 1998, bentuk kekerasan seksual yang terjadi sangat beragam. Sebanyak 85 korban saat itu (data Tim Pencari Fakta Tragedi Mei 1998), disiksa alat kelaminnya dengan benda tajam, anal, dan oral. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut belum diatur dalam pasal perkosaan Kitab UU Hukum Pidana.